#30DaysWritingChallenge Day 13: Someone You Wish Could Forgive You

Baru mau mikirin dari mana mulai nulisnya, gue udah sesak napas. Tahan air mata supaya nggak jatuh.

Bokap gue.  Beliau adalah orang yang paling gue harapkan maafnya.

Bokap gue udah berumur 57 tahun, 6 Februari kemarin.  Secara fisik, masih keliatan sangat bugar, dari luar dan dalam.  Alhamdulillah sangat sehat, nggak punya penyakit apapun.

Tapi gue adalah pribadi yang suka meneliti secara diam-diam.

Badannya masih kencang. Ototnya keras.  Meskipun kulitnya sudah mulai mengendur, tapi tenaganya seperti nggak ada habisnya. Tapi matanya, sorotnya, tampak lelah, layu, memang sudah tidak seperti dulu.  

Maybe it's becausee loves walking and running.  Sejauh ini beliau adalah satu-satunya orang yang gue tahu pernah lari 24 KM tanpa share di Nike Run Apps atau social media lain.  Nggak usah share begituan, lah. Pakai Facebook aja kadang suka bingung. Hehehe.

Badan kekarnya hasil gym? No.  Ya meskipun beliau pernah ikutan gym bareng gue beberapa kali, but most of his muscle growth's came from doing the household items.  Angkat gas, angkat galon, cuci mobil, cuci sepatu, sikat kamar mandi, dan segala jenis kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga selama hidupnya.

And what I want him to forgive is, that I still cant live without him.

Oke, mata gue udah ngebendung banyak air.

Setiap pagi gue berangkat kerja selalu diantar, memang searah tapi cukup memutar agak jauh.  And by 5 p.m he's already stand by in front of my office building. Picking me up and make sure that I am safe.  Sering kali gue menolak untuk diantar-dijemput tapi ya begitulah bokap.  Terkadang memaksa dan memohon, gue bisa apa.

Jangankan antar-jemput gue, bekal makan siang gue ketinggalan aja langsung diantar tanpa gue minta.  Padahal gue lebih memilih supaya beliau diam-diam aja di rumah, istirahat.

He always ready whenever, wherever.  Sejauh apapun gue pergi, kalau gue nggak larang pasti bakalan dijemput.

Pernah beberapa kali kejadian kasusnya, bokap susulin gue Meruya - Pulomas cuma untuk anterin uang buat gue karena paginya gue bilang kalau uang gue pas-pasan. Gue marah. Kondisinya saat itu gue masih di Transjakarta, bahkan sampai kampus pun belum.  Dan akhirnya bokap pulang lagi untuk meeting di Blok M karena gue masih jauh dari kampus.  Gue nangis di Transjakarta, untung bawa tisu jadi nggak ketauan orang-orang se-bus.  Kesel, sekaligus kasian sama bokap. Dan kejadian kayak gini nggak sekali, sering.  Suatu hari gue nggak mau nunjukin kalau gue marah, I asked him what;s the reason he did that then he answered that he would do anything to make me feel safe.

Gue nggak pernah bilang kalau gue kesel.  Gue nggak pernah bilang kalau gue marah.  Karena gue memang nggak tega.  Pada akhirnya gue cuma bisa nangis sendiri. Ya, gue cengeng banget kalau ngomongin tentang bokap.

Seandainya bokap tau kalau gue pernah kesel dan marah sama beliau, gue harap bokap bisa maafin gue.

I think I already need a man whom he trust and can make him feels that I will always safe.

Komentar

Postingan Populer