Where My Heart Is Really At.
Siang tadi gue untuk yang ke-empat kalinya mengunjungi toko buku
Gramedia dalam rangka mencari sebuah majalah tentang basketball thingy
yang berjudul "MAINBASKET". Dan alhamdulillah, di perjuangan ke-empat
gue tersebut akhirnya membuahkan hasil, gue dapet majalahnya yang
ternyata masih banyak dipajang di etalase, baru di-restock sepertinya.
Spontan
gue pilih, (berharap dapet bonus trading card edisi Arki, eh dapet
edisi sang MPV, Yanuar Priasmoro. Legend :p) oke gue dengan tergesa-gesa
ke kasir, membayar, dan segera mencari tempat duduk di salah satu sudut
Mal Taman Anggrek.
Gue buka sampulnya, gue telusuri halaman demi
halaman, dan saat itu juga merasa amazed dengan hasil kerja para kru
majalah Mainbasket ini! :D
They have done a great job! Artikel,
foto, desain, cover maupun konten yang dapat dikatakan "istimewa" untuk
ukuran sebuah majalah yang baru terbit edisi perdananya. Salut kepada
Kang Idan (@mainbasket) CS! :)
![]() |
Edisi perdana yang spektakuler :p Eh ada Baby33 di cover-nyaaa :p *tetep* |
Masuk lah gue ada halaman yang
tertera "Kontributor". Ya, halaman yang udah gue tungu-tunggu sejak awal
majalah ini baru berupa bahan pembicaraan Kang Idan di akun Twitter
@mainbasket nya, ternyata dengan jelas tertera disana penawaran bagi
siapa saja yang berniat menjadi kontributor untuk majalah Mainbasket
ini. Hana satu hal yang melintas di pikiran gue saat itu:
This-is-my-turn! :)
Kecintaan gue pada olahraga basket ini
sudah berawal dari zaman gue masih duduk di bangku sekolah dasar.
Faktor utama yang membuat gue cenderung menikmati olahraga basket
daripada olahraga-olahraga lainnya adalah justru berasal dari faktor
internal, yaitu fisik gue yang bisa dikatakan paling tinggi diantara
anak-anak seusia gue, sektar 160an sewaktu kelas 5 SD :p ini serius,
bukan pamer, this is genetically made :)
Hampir setiap sore
sepulang sekolah mengaji di TPA, atau ketika hari libur, gue jalan kaki
keliling komplek perumahan tetangga (karena rumah gue sendiri letaknya
di kampung), menyusuri block demi block sambil men-dribble bola basket
pertama gue yang berwarna Ungu bercorak abstrak warna-warni :p lalu
ketika menemukan lapangan basket, gue main sendirian. Kadang ada
anak-anak sekitar yang bermain sepak bola, malah join saya nge-basket
padahal mereka semua laki-laki. Ya, bukan hal asing lagi kalau gue lebih
banyak bergaul dengan anak laki-laki :p
Oh iya, zaman gue SD
dulu, tim NBA jagoan gue tidak lain tidak bukan adalah Chicago Bulls! :D Sekarang sih Miami Heat :p Nah, terus di TV udah ada liga Kobatama juga lho, sponsornya sabun Nuvo. Gue
juga masih inget banget dulu zamannya Aspac masih disponsori oleh
Texmaco dan ber-home base di Riau! CMIIW yaa. Dan dari zaman SD dulu juga gue udah punya
jagoan, yaitu Satria Muda, yang sampe sekarang masih dan akan selalu
gue support :) cuma ya namanya masih bocah, gue cuma sekedar nonton,
senang, dan menjadikannya bahan obrolan sama teman-teman sekolah
keesokan harinya. Meskipun ngga hapalin nama-nama pemainnya dan
mengingat juara berapanya, sih. Yang pasti seru! :D
Hingga pada masa SMP, masa di mana gue menghabiskan sebagian
hidup gue untuk belajar (academically) les bahasa asing, dan ekstra
kurikuler yang hanya mengambil waktu seminggu sekali. Why I didnt take a
basketball extra? Time. Jadwal latihan yang ngga sesuai dengan
ketersediaan waktu gue, karena SMP gue, SMP 75 bisa diatakan memiliki
tim basket yang unggul juga maka jadwal latihan mereka super intensif.
Dan waktu-waktu senggang gue, sudah tidak lagi banyak dihabiskan untuk
sekedar main basket karena keterbatasan waktu yang gue miliki tersebut.
Menginjak masa SMA, kembali gue berbenturan dengan masalah waktu
dan kegiatan akademis. Pada awalnya, gue sudah mendaftar ke tim basket
SMA gue, SMA 112. Senior gue udah jelasin segala prosedurnya, dan
lagi-lagi gue memilih mundur ketika mereka memaparkan jadwalnya. Shit,
gue ikut bimbel dan les bahasa asing lagi. Sedih memang, tapi saat itu
gue pikir bisa lah basket kalau sekedar main aja tanpa harus menjadi
roster. Oke. I quit. Selama SMA, permainan basket gue cuma sebatas ambil
nilai di pelajaran olah raga, kawan. Yea for me it's pathetic. Agak
miris, sih. Karena gue merasa gue harus lebih dari ini tapi sekali lagi
kembali ke keterbatasan waktu yang gue miliki. Di setiap kompetisi yang
melibatkan mereka, gue cuma bisa jadi penonton. Ya, seru memang. Dan
menyenangkan, itu pasti. Menyaksikan teman sendiri berjuang di lapangan,
pastinya kita memilik kebangaan tersendiri, meskipun kita hanya menjadi
pemain ke-enam :)
Hingga pada suatu hari, sebuah kesempatan
datang lagi. Karena suatu dan lain hal, tim basket putri SMA gue
kekurangan roster, dan salah satu sahabat gue yang ikut andil di dalam
roster merekomendasian gue ke pelatihnya untuk bergabung ke tim basket sekolah kami. Dan
TERNYATA pelatih (coach) basket pada saat itu sudah tau yang mana yang namanya
"Sarah" karena dia melihat 'sesuatu' yang ada di diri gue, yaitu tinggi
badan (alhamdulillah berat gue ngga disebut ye :p) yang kemudian gue diminta untuk membantu tim basket SMA gue untuk ikut langsung terjun ke lapangan untuk memegang posisi "Center".
I was shivering. Sayangnya, karena pada saat itu gue udah kelas tiga
dan sedang persiapan masuk PTN, gue dengan amat-sangat-sangat-terpaksa
menolaknya... Salah satu momen yang paling bikin hati gue remuk seumur
hidup gue.
Hidup itu pilihan, Kawan. :)
Memasuki masa kuliah, baru saya bisa bergabung dengan tim basket
kampus. Tapi ternyata karena segala keterbatasan yang dimiliki oleh
kampus, latihan kami bisa dikatakan hanya sekedar "keisengan" kami saja.
Ngga ada coach, ngga ada lapangan yang tetap. Paling-paling sewa
lapangan ABC Senayan, itu juga kalau dana dari kampus lagi turun. Ngga
usah tanya kenapa bisa begitu, pokoknya zaman gue masih
semester-semester awal dulu masih sulit. :)
Terakhir kali
pertandingan yang gue ikuti adalah pertandingan basket antar fakultas,
gue pribadi ikut mewakili jurusan Akuntansi. Oh iya, alhamdulillah
sampai ke babak final, dan Akuntansi mendapatkan juara pertama. Senang
sekali rasanya, kawan. :)
Belum lama ini bokap gue yang selalu memperhatian hobby basket gue bilang,
"Kalau mau serius di basket, pilih lah klub nya, Kak."
Dan gue..... Cuna bisa senyum. Is it too late, dad...? Rhetoric. Club? I'm 21 now.
Oh iya. Tentang NBL, baru kali ini gue mengikutinya dengan amat
serius. Biasanya sih di tahun-tahun sebelumnya gue sekedar nonton di TV, obroan singkat sama temen,
dan baca koran aja. Tapi tahun ini baru secara serius gue mengikuti
seri-demi seri dan segala serba-serbinya. Datang langsung mendukung tim
kesayangan gue (SM dan Garuda :p), dateng pada saat mereka latihan untuk
sekedar bercengkrama dan memberikan support, mencari teman-teman baru
yang memiliki kecintaan yang sama, dan berusaha untuk setidaknya
mengenal siapa saja orang-orang yang bergerak dibalik NBL ini. Oh iya,
WNBL juga sama. Ya meski terkadang iri melihat mereka, para perempuan
yang bisa berlaga di tengah lapangan tapi gue sendiri hanya menyaksikan
dari bench penonton. Dan hanya bisa menjadikan bermain basket sebagai
hobby, bukan profesi. Tapi dengan begini saja gue udah cukup senang,
kok. :)
Tapi satu yang pasti, NBL kali ini merupakan batu pijakan gue untuk membawa gue terbang kealam dunia basket. :)
Ya,sehubungan dengan awal tulisan gue tadi tentang "kontribusi". Gue akan mulai mencoba untuk mengontribusikan sebagian daya yang ada di hidup gue ke bidang ini. Gue
serasa menemukan bidang yang selama ini gue cari-cari sebagai salah
satu perhentian karier gue nantinya. Bidang inilah yang memberikan gue
kesenangan dalam menggelutinya, inilah passion gue. Hati gue. Basket!:)
Komentar
Posting Komentar